BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Seorang guru
dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya secara baik, yaitu tugas mengajar,
membimbing, mendidik, dan melatih. Tugas-tugas guru dilaksanakan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, guru dihadapkan pada berbagai
tingkat pendidikan, dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi. Oleh karena
itu, ruang lingkup pembelajaran guru juga sangat luas. Ruang lingkup ini antara
lain adalah siswa TK (Taman Kanak-Kanak), SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah
Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), dan sekolah yang sederajat
dengannya.
Dari
kondisi yang terdapat pada paragraf di atas, maka seorang guru sudah selayaknya
berusaha memahami siswa pada berbagai tingkat pendidikan. Yang dimaksud disini
salah satunya adalah siswa-siswa SLB, yaitu siswa-siswa yang memiliki kebutuhan
khusus. Dengan memahami siswa diharapkan kemampuan guru dalam pelaksanakan
tugasnya menjadi semakin baik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berikut rumusan masalah yang saya tuangkan
dalam laporan ini:
1. Bagaimana
kondisi umum SLB Negeri Surakarta?
2. Bagaimana
kondisi siswa tuna rungu?
3. Bagaimana
kondisi sisa tuna grahita?
4. Bagaimana
kondisi siswa tuna daksa?
5.
Bagaimana kondisi siswa tuna laras?
C.
TUJUAN
Tujuan pengamatan yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
kondisi umum SLB Negeri Surakarta.
2. Mengetahui
kondisi siswa tuna rungu.
3. Mengetahui
kondisi siswa tuna grahita.
4. Mengetahui
kondisi siswa tuna daksa.
5.
Mengetahui kondisi siswa tuna laras.
D.
MANFAAT
1. Bagi
Calon Guru
Laporan ini semoga bermanfaat bagi calon guru untuk
menambah wawasan menenai siswa berkebutuhan khusus, khususnya siswa tuna rungu.
Tentunya pemahaman calon guru pun akan bertambah sehingga apabila mendapat
kesempatan bertemu dengan siswa tuna rungu ia sudah tidak canggung dan ragu,
maupun tidak percaya diri.
2. Bagi
Masyarakat Umum
Sebagai
anggota masyarakat, kita tinggal dan bersosialisasi dengan banyak manusia yang
berbeda-beda. Pengetahuan dan pemahaman mengenai siswa, anak tuna rungu
setidaknya diharapkan menambah rasa hormat dan rasa menghargai kepada mereka.
E.
WAKTU
PENGAMATAN
Pengamatan ini penulis laksanakan di SLB
Negeri Surakarta pada Rabu 19 Juni 2013.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SLB
NEGERI SURAKARTA
1.
Sekilas
tentang SLB Negeri Surakarta
SLB Negeri Surakarta merupakan sub sentra pendidikan
khusus dan pendidikan layanan khusus yang pengelolaan sistem manajemen mutu
sekolahnya berada di bawah balai pengembangan pendidikan khusus dinas
pendidikan propinsi jawa tengah. Sekolah ini didirikan pada 1997 dan berlokasi
di Jalan Cocak X Sidorejo Surakarta, Jalan RM. Sahid 111 Surakarta dengan luas
saat ini 5090 m2. SLB Negeri Surakarta memiliki semboyan, yaitu
beriman (bersih, rapi, indah, dan nyaman).
Jenjang pendidikan SLB Negeri Surakarta, yaitu TKLB,
SDLB, SMPLB, SMALB, dan Bengkel Kerja/Kelas Latihan Keterampilan. Jenis layanan
pendidikan yang tersedia, yaitu pendidikan anak tuna netra, tuna rungu wicara,
tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, dan autism. Kegiatan ekstrakurikuler juga
bervariasi dalam rangka mengembangkan bakat dan prestasi, antara lain drum band,
pramuka, menari (tari modern, tradisional, balet), menyanyi, olahraga,
kerohanian, melukis, modeling. Selain itu, di SLB Negeri surakarta juga
tersedia terapi wicara, edukasi, okupasi, dan psiko. Terdapat berbagai usaha
yang dikembangkan bagi anak lulusan SMALB, yaitu usaha warnet, foto kopi,
minimarket, pertukangan, produksi kue, layang-layang, salon kecantikan, gerai
lukis, konveksi, dan servis otomotif.
2.
Visi
dan Misi SLB Negeri Surakarta
SLB
Negeri Surakarta memiliki visi, yaitu mewujudkan SLB sebagai pembentuk sumber
daya manusia anak berkebutuhan khusus yang mandiri dan mampu berperan serta
dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan misinya adalah memberi kesempatan bagi semua anak berkebutuhan khusus untuk
memperoleh pendidikan khusus sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki.
Membentuk tamatan yang berkepribadian dan mampu mengembangkan keimanan,
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat. Memperluas jejaring/networking dalam upaya mengembangkan dan
mensosialisasikan pendidikan luar biasa.
B.
SISWA
TUNA RUNGU
Pengamatan yang
saya lakukan di SLB Negeri Surakarta tidak secara menyeluruh. Dalam artian
hanya mengamati siswa-siswanya saja. Sebenarnya saya ingin melakukan pengamatan
menyeluruh, tetapi karena kondisi belajar mengajar yang sudah di ambang liburan
semester, maka pengamatan hanya dapat dilakukan dalam tempo yang sebentar
dengan cakupan yang sempit.
1.
Pengertian
tuna rungu
Tuna rungu adalah kondisi dimana alat pendengaran
kehilangan sebagian maupun seluruh kemampuannya untuk mendengarkan bunyi. Hal
ini menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan
orang lain yang kemudian menjadikannya sulit berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa verbal. Kesulitan memahami pembicaraan masih berlangsung walaupun
penderita menggunakan alat bantu dengar
untuk membantu pendengarannya.
2.
Karakteristik
siswa tuna rungu
Karakteristik tuna rungu dilihat dari beberapa aspek
(intelektual, bahasa, sosial, emosi, motorik, fisik) adalah sebagai berikut:
a. Aspek
intelektual
Dalam aspek intelektual, siswa tuna rungu cenderung
mengalami kesulitan pada mata pelajaran yang bersifat verbal, tetapi tidak
dengan mata pelajaran nonverbal. Sebenarnya hal ini tidak lain karena adanya
kesulitan memahami bahasa. Meski demikian, inteligensi siswa tuna rungu pun
normal sebagaimana siswa yang tidak memerlukan pendidikan khusus.
b. Aspek
bahasa
Siswa tuna rungu mengalami kesulitan dalam aspek
bahasa, cenderung pasif berbicara, kosa kata yang dikuasainya pun sedikit.
Dalam berbicara, irama yang digunakan adalah irama monoton, demikian pula
dengan gaya bahasanya. Terkadang saat siswa tuna rungu berbicara, suaranya
tidak terdengar sama sekali. Mereka menggunakan bahasa isyarat untuk
berkomunikasi.
c. Aspek
sosial
1) Siswa
tuna rungu cenderung bergaul dengan yang sepertinya.
2) Menutup
diri dari dunia luar.
3) Mengalami
kesulitan bergaul dengan lingkungan yang lebih luas.
4) Adanya
ketergantungan kepada orang lain karena kesulitan berinteraksi.
5) Mementingkan
diri sendiri. Sebenarnya ini hanya kerena siswa tuna rungu sulit menangkap
kehendak, perasaan, dan harapan orang lain.
6) Pendiam,
mudah cemas, sedikit tertawa, rasa percaya diri yang kurang.
d. Aspek
emosi
Dalam aspek ini, siswa tuna rugu mengalami kesulitan
untuk mengendalikan emosinya. Emosinya lekas meluap dan melonjak. Kondisi lekas
marah dan tersinggung menandai kesulitan mengendalikan emosi. Hal ini
disebabkan karena sukarnya menyampaikan dan memahami perasaan/pembicaraan.
e. Aspek
motorik
Perkembangan gerak siswa tuna rungu tertinggal dari
siswa normal seusianya. Tetapi pada alat gerak tangan, siswa tuna rungu lebih
cepat dan lincah. Pada alat gerak lain, siswa tuna rungu kurang lincah, ada
kecenderungan lebih menyukai duduk daripada bergerak. Kemudian, siswa tuna
rungu menyeret kakinya ketika berjalan.
f.
Aspek fisik
Perkembangan
fisik siswa tuna rungu tidak bermasalah. Perbandingan tinggi dan berat badannya
tidak mengalami kelainan. Kesehatan fisiknya pun normal sebagaimana siswa
normal pada umumnya.
C.
SISWA
TUNA GRAHITA
1.
Pengertian
tuna grahita
Tuna grahita mengacu pada kondisi siswa atau anak
didik yang mengalami keterbatasan mental intelektualnya. Ada pula yang menyebut
tuna grahita dengan keterbelakangan mental. Siswa tuna grahita memiliki tingkat
kecerdasan (skor IQ) di bawah rata-rata, yaitu kurang dari sama dengan 70.
2.
Karakteristik
tuna grahita
Siswa tuna grahita menunjukkan karakteristik
intelektual, bahasa, sosial, emosi, motorik, dan fisik seperti berikut:
a. Aspek
intelektual
Tingkat kecerdasan yang berada di bawah rata-rata
menyebabkan siswa tuna grahita mengalami kekurangan dalam hal baca, tulis, dan
hitung. Mereka memiliki prestasi akademik yang rendah atau di bawah siswa
normal.
b. Aspek
bahasa
Siswa tuna grahita kurang mampu dalam berbahasa.
Sering terjadi kesalahan dalam membuat struktur kalimat. Kekurangmampuan
berbahasa mereka sebenarnya merupakan akibat dari kekurangmampuannya dalam
mengingat apa yang dilihat dan didengar.
c. Aspek
sosial
Siswa tuna grahita cenderung mudah berinteraksi
dengan orang yang lebih muda. Hal ini bukan menunjukkan kemampuannya untuk
melindungi, melainkan lebih karena faktor kecerdasan yang di bawah rata-rata.
Tingkat kecerdasannya mendorong ia selalu membutuhkan teman di bawah usianya
dan membutuhkan pengawasan orang tua. Akibatnya anak tuna grahita seperti
mengalami kesulitan untuk mandiri dan mengalami ketergantungan terhadap orang
yang lebih tua.
d. Aspek
emosi
Emosi siswa tuna grahita tidak seperti siswa tuna
rungu. Siswa tuna grahita cenderung mudah terpengaruh. Mereka tidak mampu untuk
mempertahankan persepsinya.
e. Aspek
motorik
Gerak/motorik siswa tuna grahita mengalami hambatan.
Ia tidak mampu bergerak lincah sebagaimana anak normal seusianya. Perkembangan
motoriknya lebih lambat dari anak normal pada umumnya.
f.
Aspek fisik
Siswa
penyandang tuna grahita pada umumnya tidak menampakkan adanya kelainan fisik.
D.
SISWA
TUNA DAKSA
Tuna daksa
adalah keadaan dimana fungsi anggota tubuh (alat gerak) tidak optimal karena
luka, penyakit, maupun pertumbuhan yang tidak normal, terjadi kelainan pada
tulang, sendi, dan saraf penggerak otot tubuh.
Karakteristik siswa tuna daksa, antara
lain:
1.
Aspek
kognitif
Kecerdasan siswa tuna daksa bervariasi. Ada penderita
yang mengalami kesulitan dalam hal kecerdasan/intelektual, ada pula yang tidak.
2.
Aspek
afektif
Dalam hal perasaan dan sosial, siswa tuna daksa
cenderung merasa rendah diri, yang kemudian mengganggu interaksi sosialnya
dengan lingkungan.
3.
Aspek
bahasa
Dalam hal berbahasa, kebanyakan siswa tuna daksa
tidak mengalami kekurangan. Mereka mampu berbicara secara baik dan benar.
4.
Aspek
motorik
Aspek motorik siswa tuna daksa mengalami kesulitan
disebabkan adanya keberfungsian tidak optimal pada anggota tubuhnya, tulang,
sendi maupun otot.
5.
Aspek
fisik
Siswa
tuna daksa mengalami kelainan fisik pada alat geraknya, misalnya pada tulang,
persendian, dan otot sehingga secara fisik ia mengalami kekurangan, atau
terdapat salah satu anggota geraknya yang tidak berfungsi secara optimal.
E.
SISWA
TUNA LARAS
Tuna laras
adalah kelainan tingkah laku yang menyebabkan penderitanya kurang mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Siswa
tuna laras memiliki karakteristik yang khas. Antara satu siswa dengan siswa
lainnya memiliki perbedaan karakteristik. Ada siswa tuna laras yang mengalami gangguan
perilaku, gangguan kecemasan, gangguan kurang dewasa, dan gangguan berlebihan
dalam bersosialisasi.
Karakteristik siswa tuna laras, antara
lain:
1.
Aspek
kognitif
Siswa penderita tuna laras umumnya memiliki hasil
belajar yang rendah. Mereka tidak pandai dalam hal akademik. Kemudian
adakalanya mereka yang mengalami gangguan perilaku menunjukkan sikap tidak
minat terhadap kegiatan sekolah, seperti membolos, melanggar peraturan, dan
membuat onar. Siswa yang mengalami gangguan kecemasan menunjukkan sikap mudah
frustasi, bimbang, dan tertekan. Siswa yang mengalami gangguan kurang dewasa
menunjukkan sikap kaku, pasif, dan mudah bosan. Siswa yang mengalami gangguan
berlebihan dalam bersosialisasi menunjukkan sikap suka membolos sekolah, dan
berbuat semaunya.
2.
Aspek
emosi
Emosi siswa tuna laras bervariasi. Terjadi
kecenderungan emosi tertentu pada siswa tuna laras. Ada siswa yang mudah marah.
Ada siswa yang pendiam dan cenderung pasif. Ada siswa yang pendiriannya mudah
dipengaruhi dan pasif sehingga menjadi kalahan. Ada siswa yang senang
mempengaruhi teman-temannya untuk berbuat buruk, nakal, melanggar.
3.
Aspek
sosial
Dalam hal bersosialisasi siswa tuna laras mengalami
kesulitan. Adakalanya diantara mereka masih mampu bersosialisasi secara
menyenangkan, tetapi kebanyakan tidak mampu. Siswa tuna laras berteman dalam
lingkup yang sempit, misalnya dengan kelompoknya, keluarganya saja. Siswa tuna
laras yang mengalami gangguan kecemasan juga mengalami kesulitan
bersosialisassi karena ia pendiam dan pasif. Demikian pula dengan siswa tuna
laras yang kurang dewasa, dikarenakan ia lebih sering melamun, mengantuk, dan
mudah bosan.
4.
Aspek
fisik
Siswa tuna laras mengalami gangguan fisik, seperti
gangguan makan, tidur, dan mengompol. Gangguan ini bukan gangguan yang secara
nyata mempengaruhi fungsi alat gerak menjadi kurang optimal.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pengamatan yang
telah penulis lakukan, penulis mengambil kesimpulan bahwa pada dasarnya manusia
itu unik, memiliki keberagaman yang berbeda-beda antar satu dengan lainnya.
Demikian pula di SLB (Sekolah Luar Bias) yang siswanya terdiri dari siswa yang memiliki
kelebihan dan kekurangan yang bervariasi. Tetapi, kelebihan dan kekurangan yang
terdapat pada siswa bagaimanapun juga perlu mendapatkan pendidikan sehingga
kelak dikemudian hari siswa yang bersangkutan mampu menjadi anggota masyarakat
dan berperan sebagaimana mestinya.
B.
SARAN
Saran yang dapat
penulis berikan kepada calon guru adalah tetaplah belajar dan belajar untuk
menambah pengetahuan dan pemahaman terhadap peserta didik karena nantinya calon
guru akan berhadapan dengan siswa-siswa/peserta didik yang unik dan beragam
karakteristiknya.
Selanjutnya saran
bagi siswa-siswa yang sedang belajar adalah percayalah bahwa dengan belajar
akan memunculkan berbagai hal yang baru yang berguna bagi kehidupan di masa
yang akan datang.