Sabtu, 19 Januari 2013

MUHAMMAD solallohu'alaihiwasalam

Nabi Muhammad solallohu’alaihiwasalam lahir di kota Mekah, tanpa didampingi oleh ayahnya, Abdullah karena sudah wafat tujuh bulan sebelum dia lahir. Nabi Muhammad solallohu’alaihiwasalam lahir 12 Rabiulawal tahun Gajah (20 April 571 M). Kemudian nabi dititipkan ke seorang yang bernama Halimah Sa’diyah untuk disusukan karena mengikuti kebiasaan orang-orang Mekah. Saat nabi berusia lima tahun, beliau dibawa ke Madinah untuk dipertemukan dengan ibunya, Siti Aminah. Setahun kemudian, nabi bersama ibunya dan Ummu Aiman, sahaya peninggalan ayahnya, pergi ke Madinah untuk menziarahi makam ayahnya. Ibu nabi meninggal saat dalam perjalanan pulang ke Mekah, yaitu di desa Abwa’, dan dimakamkan di tempat tersebut. Nabi melanjutkan perjalanan ke Mekah dan tinggal bersama kakeknya, Abdul Muththalib. Baru dua tahun nabi merasakan bahagia bersama kakeknya, Alloh mengakhirkan usia kakeknya sehingga nabi merasakan duka kembali. Sesuai wasiat Abdul Muththalib, nabi dititipkan kepada pamannya, Abu Thalib.
Saat nabi mencapai usia dua belas tahun, nabi mengikuti pamannya berdagang ke kota Syam. Sebelum sampai ke kota Syam, mereka bertemu dengan seorang pendeta, Bukhairo namanya. Pendeta tersebut menyarankan agar nabi dibawa kembali ke Mekah karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi mengetahui adanya tanda-tanda kenabian dan menganiaya mereka.
Pada saat nabi berusia lima belas tahun, terjadi peperangan antara suku Quraisy, Kinanah, dengan suku Qais ‘Ailan. Nabi juga ikut aktif dalam peperangan tersebut, yaitu perang Harbul Fijar. Semakin dewasa, nabi mulai berusaha sendiri untuk kehidupannya, nabi juga dikenal memiliki kebribadian yang jujur sehingga janda kaya, Siti Khadijah mempercayai beliau berdagang ke Syam, dalam perdagangan tersebut nabi ditemani oleh  pembantu Siti Khadijah, Maesaroh namanya. Perdagangan yang dilakukan nabi menghasilkan banyak keuntungan dan sekembalinya nabi ke Mekah, nabi dilamar oleh Siti Khadijah. Lamaran Siti Khadijah tidak langsung diterimanya, tetapi dinegosiasikan terlebih dahulu kepada paman nabi, setelah mendapat persetujuan Abu Thalib barulah pernikahan dilangsungkan. Pada saat itu, nabi berusia 25 tahun, sedangkan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Walaupun demikian, pernikahan tersebut memberikan kedamaian pada diri nabi, apalagi Siti Khadijah selalu mendampingi nabi dalam segala urusan dengan penuh cinta kasih.
Di Mekah nabi semakin dikenal, yaitu setelah nabi berhasil mendamaikan sengketa peletakan Hajarul Aswad setelah renovasi Ka’bah, persengketaan ini terjadi antara pemuka-pemuka  Quraisy, nabi dikenal dan mendapatkan gelar sebagai “Al-Amin”, dan usia beliau waktu itu baru sekitar 35 tahun.
Nabi dalam kehidupannya sering merenungkan siapakah hakekatnya yang menciptakan bumi dan isinya, beliau melakukan tahannuts untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Di Gua Hiro lah nabi bertahannuts, dan tepat pada tanggal 17 Ramadhan beliau didatangi oleh seorang malaikat, Jibril namanya. Jibril membawakan wahyu Alloh kepada nabi dan menyuruh nabi membacanya, tetapi berkali-kali nabi disuruh membaca, nabi menyatakan ”saya tidak bisa membaca”. Waktu tersebut, yang bertepatan dengan tanggal 6 Agustus 610 M adalah waktu turunnya wahyu Alloh yang pertama dengan adanya surat Al-‘Alaq ayat 1-5, pada saat itu pula, nabi dinobatkan sebagai seorang Rasul, sedangkan usia beliau sekitar 40 tahun 6 bulan 8 hari (menurut tahun Qamariyah), 39 tahun 3 bulan 8 hari (menurut tahun Syamsiyah).
Pada saat penerimaan wahyu tersebut nabi merasakan ketakutan sehingga beliau pulang dan menemui istrinya, sesampainya di rumah beliau tertidur pulas setelah diselimuti dan ditenangkan oleh Siti Khadijah. Sementara itu, istri nabi pergi berkunjung ke rumah Warakah bin Naufal untuk menanyakan perihal kejadian yang menimpa nabi. Dari kunjungan tersebut diperoleh berita tantang kerasulan Muhammad dan ketenangan dalam diri Siti Khadijah karena hal tersebut yang sangat dinantikan olehnya. Selain itu, istri nabi juga memperoleh keterangan bahwa nabi akan mendapatkan perlakuan tidak baik dari kaumnya sampai kemungkinan akan diusir.
Selama lebih kurang dua setengah tahun setelah nabi menerima wahyu pertama, maka datanglah wahyu yang kedua. Wahyu tersebut diterima setelah nabi bertahannuts di Gua Hiro. Dengan turunnya wahyu ini, surat Al Muddatsir ayat 1-7 maka jelaslah bahwa nabi harus menyiarkan agama Islam secara sembunyi-sembunyi. Penyiaran dimulai dari keluarganya dalam satu rumah dan sahabat-sahabat beliau yang terdekat. Orang pertama yang mengakui penyiaran agama tersebut adalah Siti Khadijah. Penyiaran ini dilaksanakan di rumah Arqam bin Abil Arqam di kota Mekah.
Tiga tahun Rasul melaksanakan dakwatul afraad kemudian datanglah firman Allah surat Al Hijr ayat 94. Firman ini menyerukan supaya Rasul menyiarkan Agama Alloh secara terang-terangan. Beliau kemudian melaksanakan perintah tersebut, awalnya da’wah tersebut diserukan kepada kerabatnya sendiri, kemudian kepada penduduk Mekah yang terdiri dari bermacam-macam suku, dilanjutkan kepada kabilah-kabilah Arab dan orang-orang yang datang berhaji ke Mekah.
Penyampaian Agama Alloh secara terang-terangan tersebut mendapatkan perhatian dari kalangan masyarakat Mekah. Pada awalnya gerakan Nabi dianggap tidak memiliki dasar dan tidak dapat bertahan lama sehingga mereka acuh dan membiarkan gerakan tersebut. Sementara gerakan Nabi semakin meluas dan pengikutnya semakin banyak. Nabi juga mulai mengecam agama yang menyembah selain Allah dan membodohkan nenek moyang mereka. Orang-orang Quraisy marah dan mulai mengadakan perlawanan kepada nabi dan pengikutnya. Banyak diantara pengikut Nabi yang disiksa. Tetapi mereka tidak berani melawan Nabi secara fisik karena beliau masih dilindungi oleh Abu Thalib dan beliau masih keturunan Bani Hasyim yang memiliki kedudukan tinggi menurut panadangan orang-orang Quraisy. Suatu ketika datanglah pemuka Quraisy kepada Abu Thalib, meminta supaya menghentikan gerakan Nabi. Tuntutan dan permintaan pemuka-pemuka Quraisy ditolak oleh Abu Thalib. Karena tuntutan tersebut tidak membuahkan hasil, pemuka Quraisy kembali menemui Abu Thalib dan mengajukan pilihan kepadanya yaitu menghentikan ucapan dan gerakan Nabi atau pemuka-pemuka Quraisy yang akan melakukannya sendiri. Abu Thalib merasa khawatir akan ancaman tersebut sampai akhirnya dia menemui Nabi, “Wahai anakku sesungguhnya aku dijumpai oleh pemimpin-pemimpin kaummu. Mereka mengatakan kepadaku supaya aku mencegah kamu melakukan penyiaran Islam dan tidak mencela agama serta nenek moyang mereka, maka jagalah diriku dan dirimu, janganlah aku dibebani dengan sesuatu perkara diluar kesanggupanku.” Mendengar ucapan tersebut Nabi berpikiran pamannya tidak bersedia melindunginya. Nabi berkata, “Demi Allah wahai paman, sekiranya mereka letakkan matahari disebelah kananku, dan bulan disebelah kiriku, dengan maksud agar aku tinggalkan pekerjaan ini (menyeru mereka kepada agama Allah) sehingga ia tersiar (dimuka bumi ini) atau aku akan binasa karenanya, namun aku tidak akan menghentikan pekerjaan ini.” Setelah itu Nabi pergi seraya menangis, kemudian Abu Thalib memanggilnya dan mengatakan bahwa dia tidak akan menyerahkan Nabi karena suatu alasan apapun selama-lamanya.
Kemudian orang-orang Quraisy melakukan berbagai gangguan kepada Nabi dan memperhebat siksaan terhadap pengikutnya setelah orang Quraisy merasa bahwa usaha mereka tidak berhasil. Oleh karena itu Nabi bersama pengikutnya hijrah ke Habasyah (Abisinia/Ethiopia) yang rakyatnya beragama Kristen. Sesampainya di Habsyah mereka mendapat perlindungan dari Najasi. Sikap baik raja membuat orang Quraisy bingung hingga mereka mengutus Amru bin As dan Abdullah bin Rabiah untuk meminta Nabi mengembalikan orang-orang Mekah yang hijrah. Pemimpin Quraisy yang sangat perkasa yaitu Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab masuk kedalam Agama Islam, karena itu, semangat kaum muslimin semakin besar. Hal ini menimbulkan kejengkelan di pihak Quraisy. Nabi dan orang-orang Islam, keluarga Bani Hasyim dan Bani Muththalib menyingkir dari kota Mekah.
Selama sekitar tiga tahun  mengalami kemiskinan, banyak diantara orang Quraisy yang ikut secara sembunyi-sembunyi mengirimkan makanan dan keperluan lain kepada mereka. Dengan itu, pulihlah hubungan Bani Hasyim dan Bani Muththalib dengan orang Quraisy. Tetapi pengikut Nabi justru mendapatkan permusuhan yang lebih kejam. Belum reda kepedihan Nabi kemudian paman beliau, Abu Thalib meninggal pada usia 87 tahun. Beberapa waktu kemudian istri beliau, Siti Khadijah juga meninggal. Musibah tersebut terjadi pada tahun kesepuluh dari masa kerasulan, disebut tahun kesediahan (Aamul Husni). Nabi menuju ke Tha’if setelah Mekah tidak sesuai sebagai pusat dakwah Islam, Nabi mengajak pemuka kabilah tersebut kepada agama Islam, tetapi ajakan Nabi ditolak. Nabi diusir sembari dikejar-kejar sembari dilempari batu sampai Nabi berlindung di bawah pohon anggur di kebun Utba dan Syaiba.
Nabi diperintahkan oleh Allah untuk menjalani Isra Miraj dari Mekah ke Baitul Maqdis di Palestina, kemudian kelangit 7 dan Sidratul Muntaha, Nabi menerima perintah sholat 5 waktu. Hikmah Isra Miraj selama satu malam adalah menambah kekutan iman dan keyakinan Nabi sebagai Rasul. Dengan demikian, bertambahlah kekuatan batin Nabi ketika menerima cobaan, musibah yang besar, memerjuangkan cita-cita luhur dan mengajak seluruh umat manusia kepada Islam. Isra Miraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun kesebelas sesudah beliau menjadi Rasul. Isra Miraj selain memberikan kekuatan batin kepada Nabi, juga menjadi ujian bagi kaum muslimin. Apakah mereka beriman kepada kejadian yang mentakjubkan dan  diluar rasio manusia, yaitu perjalanan beratus-ratus mil dan menembus 7 langit dalam semalam. Orang-orang Quraisy menuduh Nabi sebagai orang yang tidak beres otaknya dan menjadikannya sebagai hinaan.
Pada waktu musim haji datanglah 6 orang kepada Nabi dan orang inilah yang membuka lembaran baru sejarah pejuangan Nabi. Mereka menyampaikan tentang kerasulan Nabi, berkat mereka, hampir semua orang membicarakan Nabi. Pada tahun ke-12 setelah kerasulan, datanglah 12 orang laki-laki dan seorang wanita kepada Nabi di ‘Aqabah untuk mengadakan perjanjian (Bai’atul ‘Aqabatil Ula). Sesudah perjanjian, Nabi  mengirim Mush’ab bin Umair bersama mereka untuk mengajarkan Al Quran dan agama Islam di Yatsrib. Pada tahun ke-13 setelah kerasulan nabi mengadakan perjanjian Bai’atul ‘Aqabah Ats Tsaaniyah (Perjanjian Aqabah ke-2).
Setalah nabi melihat Islam berkembang dengan baik di Yatsrib, disuruhlah sahabatnya berpindah ke sana, sementara nabi tetap tinggal di Mekah. Nabi mendapat ancaman dari orang Quraisy berupa pembunuhan terhadapnya. Orang Quraisy mengirimkan seorang pemuda tetapi hal ini diketahui oleh Nabi sehingga Nabi bersama sahabatnya, Abu Bakar segera pergi ke Yatsrib. Dalam perjalanan menuju Yatsrib, Nabi beristirahat di gua Tsuur. Tiga hari lamanya mereka bersembunyi di gua Tsuur, setelah keadaan aman, Nabi dan abu Bakar meneruskan perjalanan menyusuri pantai Laut Merah. Disusul kemudian oleh Ali bin Abi Thalib. Setelah mengarungi padang pasir, akhirnya sampailah Nabi di Quba, sebuah tempat sekitar 10km dari Yatsrib pada hari senin, 8 Rabiulawal th 1 H. Setelah 4 hari beristirahat Nabi mendirikan masjid Quba.
Pada hari jumat 12 Rabiulawal th 1 H (24 September 622M). Nabi, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Thalib memasuki kota Yatsrib. Pada hari itu, Nabi mengadakan sholat Jumat yang pertama dalam sejarah Islam, sejak itu nama Yatsrib berubah menjadi Madinatun Nabiy (Kota Nabi) selanjutnya disebut Madinah. Di Madinah, Nabi mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin. Di Madinah nabi melakukan 4 usaha:
(1) Mendirikan masjid,
(2) Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar,
(3) Perjanjian dengan kaum Yahudi,
(4) Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat Islam.
Di sisi lain orang-orang Quraisy tidak berhenti memusihi Nabi sehingga terjadilah Perang Badar pada  17 Ramadhan 2 H sebagai peperangan pertama antara Kaum Muslimin dengan Quraisy.
Kemudian pada pertengahan Sya’ban 3 H, orang Quraisy dengan 3000 pasukan mengadakan pembalasan terhadap Kaum Muslimin. Bertemulah dua pasukan itu di kaki Gunung Uhud sehingga disebut “Perang Uhud”.
Pengaruh Islam sangat besar di Madinah sehingga orang-orang Yahudi dan orang-orang Quraisy berusaha memadamkan Agama Alloh dengan jalan berdebat, tetapi usaha mereka tidak berhasil. Kemudian orang-orang Yahudi melakukan tindakan kekerasan, keonaran, hasutan, dan propokasi, serta merusak perjanjian-perjanjian Nabi.
Suatu ketika Yahudi Bani Qainuqa melakukan tindakan pembunuhan sehingga Nabi menjatuhkan hukuman terhadap mereka berupa pengusiran dari Madinah. Sekitar setahun setelah peristiwa tersebut, Nabi menghadapi cobaan berupa percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Yahudi bani Nadhir, berkat pertolongan Allah, Nabi selamat. Komplotan pelaku percobaan pembunuhan akhirnya diusir dari Madinah. Hal ini terjadi pada Rabi’ulawwal 4 H.
Pada tahun 5 H terjadi peperangan yang disebut dengan Perang Al Ahzaab/Perang Khandaq/Perang Parit, perang ini terjadi antara kaum muslimin dengan Kaum Quraisy, Ghathfan, dan kaum Banu Nadhir yang dibantu oleh Bani Quraizhah. Penghianatan Bani Quraizhah sangat merepotkan kaum muslimin, tetapi karena pertolongan Allah mereka bercerai berai dan pulang ke wilayahnya masing-masing tanpa hasil. Bani Quraizhah mendapatkan hukuman dari kaum muslimin berupa pembunuhan terhadap para laki-lakinya dan penawanan terhadap anak-anak dan wanitanya.
Di Madinah masih terdapat orang-orang yang tidak menyukai Islam, yaitu golongan orang munafik yang gemar menyembah berhala, mereka diketuai oleh Abdullah bin Ubaiy.
Pada tahun 6 H Nabi bersama pengikutnya ingin berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan haji dan ‘umrah. Sesampainya di Hudaibiyah, Nabi mengirimkan Utsman bin ‘Affan untuk menjelaskan maksud kedatangan mereka ke Mekah. Usaha Utsam berhasil. Bahkan orang Quraisy mengirimkan  Suhail bin ‘Amruh kepada Nabi untuk mengadakan perundingan “Shulhul Hudaibiyah”. Dari perjanjian itu, Nabi bisa lebih leleuasa dalam menyebarkan Islam.
Nabi juga mengajak kaisar dan raja-raja antara lain Khusru Parviz, Kisra-Parsia dan kaisar Romawi, Heraclius sera Amir Ghassan. Ajakan Nabi ditolak dan bahkan utusan Nabi dibunuh sehingga timbullah konflik antara kaum Islam dengan orang-orang Romawi. Nabi mengirimkan 3000 pasukan yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah. Pasukan Zaid bin Haritsah bertemu dengan pasukan Romawi yang jumlahnya 100.000 orang di Mu’tah. Terjadilah peperangan diantara keduanya, yaitu pada 8 H, tetapi kaum Islam mengundurkan diri dan kembali ke Madinah dikarenakan jumlah pasukan yang tidak seimbang. Dalam peperangan tersebut gugurlah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Pasukan yang kembali ke Madinah adalah pasukan yang dipimpin oleh Khalid bin Walid.
Sementara itu, orang-orang Quraisy melakukan pelanggaran terhadap perjanjian yang telah disepakatinya dengan melakukan penyerangan terhadap Bani Khuza’ah sehingga Nabi bersama 10.000 pasukan menuju ke Mekah. Pemimpin Quraisy, Abu Sofyan menemui Nabi di luar mekah dan menyatakan keislamannya karena takut terhadap jumlah pasukan Nabi yang sangat besar. Akhirnya Mekah jatuh ke tangan Kaum Islam tanpa perlawanan. Kaum Muslimin menghancurkan berhala-berhala sembari meneriakkan “...telah datang kebenaran, dan telah lenyap kebathilan, sesungguhnya kebathilan itu pasti lenyap.” (surat Al isra ayat 81).
Setelah beberapa waktu, Nabi harus menghadapi bangkangan sebagian orang Mekah, yaitu orang Hawazin dan Tsaqif sehingga nabi menyusun kekuatan yang berjumlah 12.000 orang dan melancarkannya ke area musuh. Pertempuran terjadi di Lembah Hunain yang berliku-liku dan sempit. Karena perlawanan yang mendadak kaum Muslimin panik dan bercerai. Tetapi karena keterampilan nabi pasukan dapat dihimpun kembali dan musuh dapat dikalahkan. Sisa pasukan musuh melarikan diri ke Tha-if dan bersembunyi. Kaum Muslimin mengepung benteng tersebut, namun tidak berhasil menundukannya. Nabi bersama pasukannya kembali ke Ja’ranah. Di Ja’ranah Nabi didatangi oleh delegasi orang Hawazin yang tidak mampu bertahan akibat blokade Nabi terhadap benteng Tha-if. Mereka, orang-orang Hawazin menyatakan masuk Islam.
Pada 9 H, Nabi menyiapkan pasukan untuk menyerang tentara Romawi di sebelah utara. Banyak kesulitan yang dihadapi karena bertepatan dengan datangnya musim panas dan musim panen di Madinah. Tempat lawan yang dituju jauh serta lawan yang dihadapi bukan sembarang lawan, melainkan tentara yang tangguh dan terlatih. Di sisi lain banyak diantara umat Islam (orang munafik) yang tidak memenuhi perintah Nabi. Dengan semangat dan kekuatan yang pantang berakhir, tersusunlah pasukan yang diberi nama “Jaisyul’usrah” (Lasykar Saat Kesulitan). Pasukan tersebut dipimpin oleh Nabi sendiri, berangkat dari Madinah menuju ke utara. Tentara Romawi tersentak dan melarikan diri karena mengetahui Nabi lah yang memimpin peperangan bersama pahlawan-pahlawan padang pasir yang tak kenal mundur. Nabi bersama pasukannya tidak mengejar mereka, tetapi mendirikan perkemahan di Tabuk. Di sana beliau mengirimkan pasukannya ke kabilah-kabilah Arab yang bertempat tinggal diperbatasan Arabia utara dengan Syam. Sekitar 10 hari bermalam di Tabuk, Nabi bersama pasukannya pulang ke Madinah. Perang ini merupakan peperangan terakhir yang diikuti oleh Nabi.
Pada 9 H banyak kabilah Arab yang berdatangan menuju Nabi dan menyatakan keislamannya. Hal menggembirakan ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nasr ayat 1-3. Jatuhnya Mekah dan Baitullah ke tangan Kaum Muslimin menyadarkan orang badui bahwa tidak mungkin menguasai Mekah dan Baitullah tanpa pertolongan Alloh.
Demikianlah Agama Islam telah mampu menyatukan masyarakat Islam karena perjuangan seorang Nabi dan mempererat mereka di bawah satu panji, Panji Islam. Nabi bukan hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul tetapi sebagai ahli politik, diplomat yang bijak. Pada tanggal 25 Zulqaedah 10H, Nabi meninggalkan Madinah menuju Mekah bersama kaum muslimin untuk melakukan haji Wad’a (haji perpisahan). Sebelum menyelesaikan ibadah haji Nabi mengucapkan pidato dihadapan kaum muslimin di bukit ‘Arafah pada 8 Zulhijah 10 H (7 Maret 632 M). Seusai ibadah haji Nabi kembali ke Madinah.
Sekitar 3 bulan sesudah ibadah haji, Nabi mengalami demam selama beberapa hari sehingga tidak dapat mengimami sholat jama’ah, disuruhlah Abu Bakar menggantikan beliau.
Pada 12 Rabiulawal 10 H (8 Juni 632 M) Nabi kembali ke hadirat Allah pada usia 63 tahun, yaitu 23 tahun sejak beliau diangkat menjadi rasul, berjuang menegakkan agama Allah. Nabi meninggalkan umatnya tanpa harta benda, tetapi beliau meninggalkan 2 pusaka kepada seluruh umat yaitu : “Kutinggalkan untuk kamu 2 perkara (pusaka), takkan kamu tersesat selama-lamanya, selama kamu

masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan sunah rasul-Nya.”
Lokasi: Surakarta, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html